Kamis, 04 April 2013

KEBUDAYAAN INDONESIA YANG MENGHAMBAT KEMAJUAN INDONESIA

Kebudayaan nasional 

 


Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama. Nunus Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional”Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.

Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan bangsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan mengalami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.

KEBIASAAN BURUK YANG MENGHAMBAT KEMAJUAN INDONESIA

1. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) 

Adanya Komisi Pemberantasan Korupsi tentunya patut disyukuri dengan harapan KPK serius dalam membongkar kasus korupsi dan kolusi yang selama ini cenderung ditutup-tutupi bahkan acapkali dilakukan secara berjamaah. Perbuatan korupsi sama saja dengan pembunuhan terhadap bangsa dan tidak ada satupun negara yang melegalkan perilaku korupsi. Beberapa ciontoh yang terjadi di beberapa Negara yang memberlakukan Hukuman Mati, Hukum Gantung dan sebagainya seperti Cina. Tapi, sebelum opsi itu dilakukan saya sendiri berharap kebiasaan yang ada di Jepang dimana apabila ada pejabat yang baru terindikasi/diisukan melakukan tindak pidana korupsi, pejabat yang bersangkutan memilih mundur bahkan ada yang melakukan Harakiri. Hmmmm, budaya malu di Jepang untuk hal seperti ini setidaknya masih terjaga. Mirip budaya Siri’ di Makasar (tentunya daerah lain di Indonesia pun ada budaya seperti ini tapi dilupakan dan parahnya tidak dibudayakan). Tragis.

 2.Selalu Ingin Memperoleh Sesuatu dengan cara Instan 

Miskin Kreatifitas dan suka Minta Petunjuk. Itulah watak sebagian orang Indonesia. Tidak mau berkeringat, malas berfikir, pengecut dan takut berkompetisi yang diperparah dengan keengganan menerima tantangan. Akhirnya ia terjebak dengan melakukan segala sesuatunya dengan cara-cara instan. Bisa saja sebagian besar masyarakat kita lebih memilih cara-cara instan sehingga seperti inilah jadinya negara kita, dihuni oelh orang-orang bermental kerupuk. 

3.Kebiasaan Jilat Menjilat dan Beking Membekingi

Kebiasaan menjilat biasanya “turunan” dari kolusi dan nepotisme yang leluhurnya adalah keSerakahan. Saya sendiri yakin kita semua sudah tahu, siapa yang dimaksud dengan penjilat. Umumnya ini banyak terjadi di perkantoran. Penjilat ibarat teman yang suka menikam dari belakang demi mencapai kepentingan pribadi dan golongannya saja dengan mengabaikan kepentingan yang lebih luas.
Umumnya ini dilakukan untuk memperoleh perhatian dari atasan, berharap jabatan dan posisi “basah” dan upaya untuk melanggengkan “kebasahannya”…hahaha…BASA MAMI.
Itu gambaran jilat menjilat di perkantoran. Lalu, bagaimana jilat menjilat ini terjadi disebuah Negara? Sudah pasti pelakunya adalah oknum pejabat, bisa juga penegak hukum atau bisa jadi mereka adalah obyek yang dijilati…waduuuh. Kalau di lingkungan perkantoran yang dikorbankan sudah pasti adalah pegawai kantor lainnya (yang menjunjung profesionalisme dan integritas), di lingkungan negara yang dikorbankan adalah rakyat dan negara itu sendiri. Banyak kasus yang terjadi seperti halnya upaya pelemahan KPK, bank Century, Wisma Atlit, dsb. Tapi memang kebiasaan ini ternyata sudah terjadi sejak jaman kolonial dimana pelakunya disebut sebagai “Antek-antek Kolonial”. Kalau sekarang, mungkin namanya sudah macam-macam. Yang dijilati namanya pun beragam, bisa Bos Besar, Ketua Besar yang seneng ama Apel Malang dan Apel Washington…

4.Mendahulukan Kepentingan Pribadi daripada kepentingan Bangsa dan Masyarakat

Orang-orang seperti ini akan menempuh segala cara untuk mendapat keuntungan pribadi. Tidak lagi segan-segan menipu dan mengakali rakyatnya sendiri. Jika orang-orang yang bermental seperti ini berpolitik maka dia akan melakukan politik kotor seperti jual beli suara, politik dagang sapi dan lain-lain. Orang-orang seperti ini juga tidak segan-segan merusak negara sendiri dan menjajah bangsa sendiri demi kekayaan pribadi. Selama orang-orang bermental seperti ini masih bercokol di bumi kita ini, maka selama itu pula kita akan melihat tindakan-tindakan dan politik yang tidak bermoral, tidak peduli dan pengrusakan secara membabi buta di segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara dan juga kerusakan pada alam lingkungan yang menjadi sumber penghidupan.

5.Kebiasaan Tidak Disiplin dan Melanggar Hukum dan Peraturan

Orang yang berhasil dikarenakan ketaatannya dalam penerapan kedisiplinan dan kepatuhannya atas peraturan yang berlaku. Baik itu peraturan yang dibuat untuk diri sendiri atau peraturan Agama dan peraturan Negara. Ingatlah satu negara bisa makmur bila rakyatnya memiliki budaya berdisiplin yang tinggi. Lihat saja seperti Jepang, Korea, Singapore dan lain-lain.
Sementara di Indonesia sepertinya tidak disiplin dan melanggar hukum dan peraturan sudah jadi budaya kita. Sepertinya peraturan sengaja dibuat untuk dilanggar. Memang ada benarnya semboyan yang mengatakan “Bukan peraturan namanya kalau tidak dilanggar”. Tapi kalau terus menerus melanggar peraturan itu namanya salah kaprah. Dari hal-hal kecil seperti memungut pajak dari pedagang kaki lima, menerima uang dalam kasus tilang menilang, sampai hal-hal dengan berskala besar.
Kalau kita benar-benar mau melihat negara ini aman, nyaman indah, makmur, dan sentosa, maka biasakanlah berdisiplin dan mentaati segala hukum dan peraturan, baik itu peraturan yang dibuat negara ataupun peraturan agama, termasuk juga peraturan yang menyangkut ketertiban umum, pemukiman dan kelestarian alam lingkungan dan lain-lain.


Sumber :
tanahkerontang.wordpress.com
wikipedia.org
google.com